ENERGI DARI YANG TERBUANG
ENERGI DARI YANG TERBUANG
BAB I
PENDAHULUAN
Pemanfaatan
energi, khususnya bahan bakar sebagai salah satu penggerak dalam kehidupan manusia sangat tinggi. Energi yang
berbentuk minyak itu umumnya berasal dari perut bumi dalam bentuk minyak fosil
yang kemudian diolah menjadi berbagai jenis minyak, seperti solar, minyak
tanah, premium, dan pertamax. Bahan bakar tersebut umumnya menghasilkan gas
karbonmonoksida (CO) dan karbondioksida (CO2) yang berbahaya bagi
kesehatan manusia karena dapat memicu sel kanker dalam tubuh. Padahal banyak
bahan-bahan organik di sekitar kita yang terbuang percuma namun berpotensi untuk
menghasilkan bahan bakar organik.
Pembuatan
makalah ini bertujuan selain untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Ilmu
Kehutanan dan Etika Lingkungan juga untuk memberikan informasi bahwa negeri
kita sangat kaya akan sumber-sumber energi organik yang jika diolah secara
maksimal dapat menggantikan penggunaan bahan bakar fosil yang selama ini kita
gunakan. Pembuatan bahan bakar organik, seperti briket sampah dan biodisel dari
limbah ikan misalnya sangat sederhana dan dapat menjadi produk sampingan rumah
tangga yang dapat dimanfaatkan sendiri hasil produknya.
Kita
tentu berharap negara kita bisa memanfaatkan potensi alamnya yang berlimpah
energi dan pangan agar dapat mengolah potensi tersebut, sehingga visi negara
kita untuk menjadi negara maju bisa perlahan-lahan terwujud.
BAB II
ISI
1.ENERGI DARI YANG TERBUANG
Energi
sangat diperlukan pada setiap langkah mahluk hidup, tanpa adanya energi berarti
tidak ada kehidupan. Kleiber
menggambarkan bahwa energi adalah the fire of life (api kehidupan). Istilah energi merupakan
kombinasi dari dua suku kata Yunani (Greek), yaitu : en, artinya in (bahasa Inggris) atau di dalam (bahasa
Indonesia) dan ergon, artinya work
(bahasa Inggris) atau kerja (bahasa Indonesia). Dari kombinasi kata tersebut,
Scott et al.(1982) mendefinisikan bahwa ENERGI adalah sesuatu yang dapat
menimbulkan kerja.
Manusia sebagai makhluk hidup pada
tingkat tertinggi memerlukan berbagai jenis energi sebagai penunjang
kehidupannya. Salah satu bentuk energi itu adalah Bahan Bakar Minyak
(BBM) –di alam bebas dalam bentuk minyak mentah– yang dimanfaatkan untuk
menghasilkan energi lainnya yang semakin berkurang jumlahnya. Bahan Bakar Minyak
(BBM) memegang peranan yang cukup vital dalam kehidupan manusia. Selain sebagai
sumber energi utama untuk menggerakan turbin generator listrik yang menjadi
’jantung’ kehidupan manusia sekarang, namun juga sebagai penggerak mesin
kendaraan bermotor yang sudah seperti sahabat setia yang selalu menemani setiap
langkah manusia sekarang.
Setiap tahunnya jumlah kendaraan
bermotor semakin meningkat di seluruh dunia, khususnya Indonesia. Meningkatnya
jumlah kendaraan juga diiringi oleh meningkatnya penggunaan Bahan Bakar Minyak
(BBM), padahal jumlah minyak mentah di bumi semakin menipis. Oleh karena itu
kita di tuntut untuk mencari sumber energi baru yang lebih ramah lingkungan dan
jumlahnya melimpah.
Hal inilah yang menjadi dasar
timbulnya Bioenergi. Bioenergi adalah bahan bakar nabati yang berasal dari
bahan organik sehingga sangat ramah lingkungan. Bahan-bahan organik tersebut
antara lain adalah kotoran sapi, sampah sayuran, limbah ikan, Molase (limbah
tetes tebu), jerami, ilalang, limbah kelapa sawit, dan banyak bahan organik
lainnya.
Jumlah bahan-bahan tersebut sangat
berlimpah di Indonesia, sehingga memiliki potensi yang besar sebagai pengganti
bahan bakar di Indonesia jika saja pemerintah serius untuk mengelolanya. Cara
pengolahan bahan-bahan yang terbuang tersebut sangat mudah dan sederhana,
sehingga dapat diolah dalam lahan yang sempit seperti halaman rumah dan
berpotensi menjadi industri rumahan yang menjanjikan.
Bahan-bahan yang terbuang tersebut
dapat diolah menjadi berbagai bentuk bahan bakar yang ramah lingkungan dan
efisien. Bentuk-bentuk hasil olahan bahan-bahan tersebut antara lain adalah
Biodisel, Briket sampah, Etanol, Bioetanol, serta Biogas. Sampah-sampah organik
dari rumah tangga misalnya, dapat diolah menjadi briket sampah dan bisa menggantikan
penggunaan minyak tanah yang sekarang harganya melambung tinggi.
2. PEMANFAATAN SUMBER ENERGI YANG TERBUANG
Dalam
kehidupan sehari-hari kita selalu menggunkan Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk
menghasilkan energi, baik energi panas, gerak maupun listrik. Sebagian dari
kita mungkin tidak pernah terpikir bahwa bahan bakar fosil yang selama ini kita
gunakan jumlahnya semakin berkurang. Padahal penggunaan bahan bakar fosil
semakin meningkat seiring meningkatnya jumlah kendaraan. Kita tidak menyadari bahwa
disekitar kita berserakan sumber-sumber energi yang tidak dianggap dan terbuang
sia-sia. Berikut adalah penjelasan mengenai bahan bakar yang dapat dihasilkan
oleh bahan-bahan organik yang tidak dianggap dan terbuang percuma tersebut.
2.1
Briket Sampah
Umumnya
briket yang kita gunakan adalah briket batu bara. Briket batu bara mulai sulit
ditemukan seiring berkurangnnya jumlah batu bara. Tapi kini hadir briket sampah
yang lebih ramah lingkungan karena berasal dari sampah organik. Limbah berupa
kayu-kayu sisa, daun-daun kering, makanan sisa, dan kertas itu dijadikan briket
sebagai bahan bakar kompor pengganti briket batu bara maupun minyak tanah.
Cara pembuatannya mirip dengan pembuatan
arang. Bahan-bahan tadi dibakar sampai berbentuk arang berwarna hitam pekat.
Saat bahan tadi menjadi bara api, segera disiram air. Jemur anginkan hingga
sedikit kering lalu hasil berupa arang itu ditumbuk hingga sedikit halus.
Kemudian tambahkan daun-daun hijau seperti bayam, kangkung, atau sawi yang
sudah terbuang.
Persentase komposisi bahan pembuatan
briket organik adalah 80% arang sampah organik kering dan 20% campuran daun
segar. Setelah tercampur rata, adonan dicetak dengan ukuran dan bentuk seperti
briket pada umumnya. Kemudian jemur briket tersebut di bawah sinar matahari
sampai kering sempurna. Pembuatan briket ini sangat sederhana, murah, dan mudah
sehingga bisa menjadi pengganti briket batu bara ataupun minyak tanah yang
semakin langka dan mahal.
2.2 Bioetanol Dari Molase (Limbah Tetes
Tebu)
Molase
atau limbah tetes tebu adalah limbah cair dari pabrik pembuatan gula pasir.
Limbah ini biasanya kurang dimanfaatkan oleh pabrik pembuatan gula pasir dan
terbuang percuma. Dari bahan yang terbuang inilah dapat dihasilkan bioetanol
sebagai bahan bakar organik.
Untuk menghasilkan bioetanol dari
bahan dasar molase tebu harus melewati beberapa tahap. Tahap pertama adalah
mencampurkan air dan molase tebu (kadar gula 50%) kedalam sebuah wadah drum
pelastik maupun drum besi dengan perbandingan 3 : 1 hingga kadar gula menjadi
14%. Kemudian tambahkan ragi, urea, dan NPK yang di cairkan. Urea dan NPK
berfungsi sebagai nutrisi ragi. Komposisi ketiga bahan tesebut adalah urea
sebanyak 0.5% dari kadar gula dalam larutan, NPK sebanyak 0.1% dari kadar gula
dalam larutan serta ragi roti 0.2% dari kadar gula dalam larutan. Kemudian aduk
rata seluruh bahan dan tutup rapat.
Proses
fermentasi berlangsung selama kurang lebih 66 jam. Selama fermentasi
berlangsung diusahakan agar suhu tidak melebihi 36oC dan pH
dipertahankan 4.5-5. Ciri fermentasi telah selesai adalah tidak terlihat lagi
gelembung-gelembung udara. Pada kondisi tersebut kadar etanol dalam cairan
tersebut adalah 7% - 10%. Agar mendapatkan bioetanol dengan kadar 90% - 95%
maka perlu dilakukan Distalasi (penguapan atau penyulingan) menggunakan alat
Distilator dengan suhu dipertahankan antara 79 – 81oC. Hasilnya
bioetanol dengan kadar 95% - 96,6%, dapat digunakan sebagai bahan bakar pada
kendaraan bermotor dengan di campur premium ataupun hanya bioetanol murni saja.
2.3
Minyak Dari Limbah Ikan
Saint
Peter’s, sebuah pabrik pengolah ikan di Amerika Serikat mampu memanfaatkan
limbahnya untuk menggerakkan 10 truk dan 8 bus angkutan bagi 1.500 karyawannya
setiap hari. Pabrik itu menghasilkan 1.135.000 liter biodisel per tahun dari
limbah kepala, kulit, dan organ dalam 25.000.000 kg ikan. Di
Indonesia sendiri, potensi limbah ikan sangat tinggi. Sebagai gambaran, volume
limbah pengalengan ikan di Muncar, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, saja
mencapai 50-60 ton per bulan. Andai limbah ini dapat diolah secara maksimal,
maka penggunaan solar bisa dikurangi.
Pembuatan
biodisel dari limbah ikan sangat sederhana, pertama kita memotong-motong limbah
tersebut dan merebus limbah ikan tersebut. Lemak ikan akan muncul pada permukaan,
ambil lemak tersebut dengan sendok dan letakan pada wadah yang lain dan
panaskan pada suhu 60 oC. kemudian campurkan asam sulfat dan aduk
merata. Tambahkan soda api dan spiritus lalu panaskan dan aduk lagi.
Selanjutnya akan muncul dua lapisan, yaitu lapisan metil ester dan gliserin.
Ambil lapisan metil eter –pada lapisan atas– dan siap digunakan sebagai bahan
bakar.
Randemen
biodisel mencapai 68% dari limbah ikan. Itu artinya untuk menghasilkan 1 liter biodisel dibutuhkan 1,6 kg limbah ikan. Bayangkan bila
50-60 ton limbah ikan yang terdapat di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur diolah
dengan maksimal, maka dapat menghasilkan 34-40.8 ton biodisel berbahan dasar
limbah ikan.
Bayangkan
bila seluruh pabrik pengolahan ikan di seluruh Indonesia mampu mengolah
limbahnya, maka tidak menutup kemungkinan dapat mengurangi penggunaan solar
diseluruh Indonesia 30%-40%.
2.4
Pemanfaatan Limbah Tapioka
Penghematan
energi listrik maupun fosil dengan memanfaatkan limbah secara besar-besaran
dilakukan oleh perusahaan Budi Acid Jaya Tbk di Way Abung, Lampung. Produsen
tepung tapioka terbesar di Indonesia itu melakukan penghematan biaya produksi
sebesar Rp 18,2-miliar/tahun. Pabrik yang mengolah 800 ton singkong/hari
tersebut mengolah 2.800 m3 limbah/hari untuk menghasilkan energi
listrik 2.2 megawatt.
Sebelumnya,
limbah hasil proses produksi tepung tapiokan itu hanya diolah dengan
mengendapkannya di kolam-kolam agar kandungan chemical oxygen demand (COD)
berkurang. Oleh sebab itu lahan
pengolahan limbah lebih luas daripada pabriknya sendiri. Selain itu
kolam-kolam itu juga menghasilkan gas metan cukup tinggi karena tidak
tertutup.Seiring meningkatnya harga solar dan tarif dasar listrik, Budi Acid
Jaya Tbk melakukan inovasi berupa pendirian instansi biogas berbahan dasar
limbah tapioka. Tahun 2007 lalu, instansi pengolahan limbah mulai beroprasi
dengan investasi pendirian mencapai US$1-juta. Ternyata, pengolahan limbah
tersebut tidak hanya menghasilkan listrik untuk menjalakan seluruh proses
produksi pabrik.
Budi
Acid Jaya Tbk juga memperoleh tambahan pendapatan melalui penjualan CER –certified
emission reduction– ke salah satu perusahaan di Jepang. CER merupakan
sertifikat yang dikeluarkan oleh PBB untuk perusahaan yang berhasil menurunkan
jumlah emisi dan limbah. Sertifikat itu kemudian diperjual-belikan kepada
perusahaan-perusahaan yang memiliki kewajiban menurunkan emisi limbahnya sesuai
perjanjian Kyoto. Jumlah emisi yang berhasil diturunkan oleh Budi Acid Jaya mencapai 230.000 CERs. Sebanyak
140.000 CERs terjual dengan harga US$1,7-juta. Itu sebagai pemasukan tambahan
karena mengolah limbah.
Pabrik ini menghasilkan listrik
dengan cara memanfaatkan gas metan (CH4) yang
dihasilkan oleh limbah tapioka tersebut dengan menggunakan mesin generator
besar.
2.5
Pijar Lampu Dari Kotoran Sapi
Generator
listrik atau lebih dikenal dengan Genset berbahan bakar solar dan bensin lumrah
digunakan. Namun jika sumber energi itu berasal dari kotoran sapi, tentu
istimewa. Genset berdaya 500 watt berputar selama 6 jam karena kotoran sapi
seberat 45,5 kg. Daya listrik tersebut dapat menerangi 2 kandang sapi seluas 50
m2 yang menggunakan 4 buah
lampu 75 watt selama 6 jam.
Kotoran sapi itu diolah terlebih
dahulu menjadi gas metan, CH4. senyawa berbentuk biogas itulah yang
bekerja menggerakkan genset. Beberapa negara bahkan sudah memanfaatkannya sejak
lama. Jerman misalnya, ribuan ton kotoran sapi diolah dan dapat menghasilkan
energi untuk menggerakkan mesin diesel 600 KVA. Begitu juga Vietnam, pemakaian
genset biagas dapat menghemat uang senilai US$1,8-US$13,6/bulan/unit genset dibandingkan
menggunakan bahan bakar minyak. Pemakaian kotoran sapi sebagai bahan baku biogas cukup beralasan. Berdasarkan
hasil uji kotoran sapi memiliki nilai kalor tinggi, mencapai 4.800-6700 kkal/m3.
Bahkan untuk 100% metan murni nilai kalornya mencapai 8.900 kkal/m3.
Cara pembuatan biogas dari kotoran
sapi sangat mudah, cukup dengan menampung kotoran sapi dan mencampurnya dengan
air –slury – dengan perbandingan 1
ember kotoran sapi : 5 ember air kedalam sebuah bak yang tertutup dan memiliki
selang yang menghubungkannya dengan plastik penampung gas berkapasitas 2.000
liter. Perbandingan 1 : 5 untuk menghindari terbentuknya sendimentasi yang
nantinya akan menyulitkan aliran biogas.
Selama fermentasi, molekul kompleks kotoran diurai menjadi bentuk lebih sederhana
yang akhirnya dengan proses metagenesis menghasilkan gas metan.
Diamkan kotoran tersebut selama
kurang lebih 50 hari hingga terbentuk gas metan secara alami dan mengalir menuju
plastik penampung yang secara tidak langsung berfungsi sebagai tabung gas. Bila
plastik penuh dapat ditambahkan plastik lain yang dihubungkan secra paralel
dengan plastik utama. Plastik ini kemudian dihubungkan dengan Desulfurizer
(saluran penyaring biogas) dan selanjutnya dihubungkan dengan pengatur tekanan.
Setelah itu hubungkan dengan genset biogas dan kompor gas. Mesin genset akan
bergerak jika minimal terdapat gas metan sebanyak 0,64-1 m3/kwh.
Mesin genset biogas juga lebih unggul karena suara mesinnya halus dan ramah
lingkungan.
Menurut Andreas Wiji dari BPPT
Cikole, Bandung, dalam satu kali proses biogas alam diperoleh 55-56% gas metan,
30-35% CO2, dan 2% O2. Biogas juga bisa digunakan untuk
memasak yang menghasilkan api biru dan panas yang sama dengan LPG, tidak
beracun, tidak berbau, serta tidak menimbulkkan jelaga.
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Indonesia
adalah negara berlimpah energi, begitu berlimpahnya tanaman yang bisa
dimanfaatkan sebagai bioenergi maupun bahan pangan. Tanaman-tanaman berpotensi
tersebut antara lain jagung, padi, aren, singkong, kakao, tebu, jarak dan
banyak tanaman lainnya yang jumlahnya sangat berlimpah di Indonesia. Namun yang
terjadi malah sebaliknya, negara kita masih mengimpor bahan pangan dan bahan
bakar padahal negara kita sangat kaya akan tanaman penghasil bahan pangan dan
bahan bakar. Hal ini disebabkan salah satunya karena belum seriusnya pemerintah
dalam mengelola dan mengangkat potensi yang terdapat di seluruh negeri ini.
B. SARAN
Andai pemerintah dapat mengelola dan
memanfaatkan energi organik secara masal, maka pencemaran udara yang disebabkan
oleh karbondioksida (CO2) dan karbonmonoksida (CO) di udara
Indonesia dapat menurun. Pasalanya, emisi karbonmonoksida (CO) dari mobil
berbahan bakar bioetanol E3 (campuran premium murni dengan 3% bioetanol) hanya
menghasilkan 1,35% ppm emisi, dan E20 (campuran premium murni dengan 20%
bioetanol) menghasilkan emisi gas yang sangat rendah, yaitu hanya 0,76%. Ini
berarti dengan hanya menambahkan 10% bioetanol atau E10 mampu mengurangi emisi
buangan CO sebanyak 70%. Sebab pada bensin atau premium nilai buangan emisi CO
mencapai 4,51%.
Minimnya gas buang yang dihasilkan
dari bahan bakar bioetanol dapat meningkatkan mutu kesegaran udara yang
sekarang mulai menurun. Padahal bioetanaol berasal dari berbagai limbah yang
terbuang, diantaranya limbah ikan dan molase tetes tebu. Jika kita bisa
memanfaatkan limbah itu dengan optimal, maka dua manfaat langsung kita peroleh
sekaligus : LINGKUNGAN BERSIH DAN UDARA YANG SEGAR.
DAFTAR
PUSTAKA
Abidin, Zainal . Fisika-Energi IPB.
Gombleh,
(2010). Proses Pembuatan Bioetanol dari Molase.
Tim Redaksi. 2008. “Kilang Minyak di Teras Rumah”. Dalam Trubus,
463 (Juni,
XXXIX). Bogor
Tim Redaksi. 2008. “Negeri Bersimbah
Bioenergi”. Dalam Trubus, (Agustus, Edisi
Khusus HUT Ke-63 RI). Bogor
Comments
Post a Comment