Kopi Luwak Tanpa Si Luwak

"Sebelum mati, minumlah kopi luwak."
      Edward Cole menyampaikan sepenggal kalimat itu kepada Carter Chamber ketika mereka memasuki sebuah kafe. Edward yang diperankan oleh aktor Jack Nicholson dan Carter (Morgan Freeman) berkunjung ke kafe itu untuk memenuhi hasrat mereka sebelum meninggal karena penyakit kanker. Kisah mengharukan di film "The Bucket List" yang dirilis pada Desember 2007 itu melambungkan pamor kopi luwak di dunia. Harian The New York Times saat itu menyebutkan setelah film itu di putar di bioskop-bioskop di negeri Paman Sam, harga secangkir kopi luwak mencapai US$50 setara Rp 475.000 pada kurs Rp 9.500 per US$1.
          Lantas apa yang mendorong Edward Cole di film "The Bucket List" memasukkan kopi luwak ke dalam daftar keinginannya sebelum meninggal ? Ternyata Edward jatuh hati dengan aroma dan rasa kopi luwak yang khas. Riset Prof Massimo Marcone dari Universitas Guelph, Kanada, menjelaskan fermentasi pada pencernaan luwak (Paradoxorus hermaphroditus) membuat kadar protein kopi menjadi rendah. Bila tinggi protein bisa membuat kopi terasa pahit. Oleh sebab itu kopi luwak tak sepahit kopi biasa dengan aroma dan cita rasa khas.
Luwak dan kopi hasil fermentasi alami tubuh luwak
     Indonesia saat ini  peringkat ke-4 di dunia sebagai negara produsen kopi luwak. Produsen lain adalah Brasil, Kolombia, dan Vietnam. Hanya sedikit daerah di tanah air yang menjadi lumbung kopi luwak, diantaranya Jawa Timur, Lampung, dan Bengkulu. Kedua provisi di pulau Sumatera itu memiliki banyak perkebunan kopi serta habitat musang/luwak berupa perkebunan dan semak.
      Seekor luwak ternak dewasa rata-rata menghasilkan kopi 160-200 gr per hari atau 1 kg per 5-7 hari. Namun, rendahnya produksi itu kini bisa teratasi oleh kehadiran teknologi baru di kopi luwak sehingga cita rasa kopi luwak tidak melulu hasil "keringat" luwak. Teknologi itu adalah pemakaian bakteri fermentasi dan getah papain. Hasil kedua teknologi itu memang tidak bisa disandingkan dengan kopi luwak sejati. Namun, cita rasanya mendekati kopi luwak sejati.

Kopi Teknologi Mendekati Kopi Sejati

     Itu berkat penelitian Dr Yuli Witono STP MP dan rekan dari Universitas Negeri Jember. Yuli mengisolasi bakteri yang melekat pada biji kopi luwak asli dan menumbuhkan 20 mikroliter pada medium padat di media tumbuh dalam cawan petri. Doktor Teknologi Hasil Pertanian alumnus Universitas Brawijaya itu lalu menginkubasi pada suhu 39 ^C dalam kondisi anaerob alias tanpa udara selama 24 jam. Melalui proses panjang sejak isolasi, inkubasi, dan pembiakkan ia memperoleh 4 jenis bakteri asam laktat (BAL).
      Ia menemukan bakteri Leucononostoc mesenteroides, Leuconostoc paramesenteroides, Lactobacillus plantarum, dan Lactobacillus brevis pada kotoran luwak. Kemudian ia menumbuhkan keempat jenis bakteri dalam media cair untuk mengetahui kurva pertumbuhannya dan sebagai bahan utama pembuatan ragi kopi luwak. perbandingan masing-masing isolat dalam ragi 25%. Ragi padat dan kering dengan penambahan Filler agent untuk menghentikan sementara pertumbuhan ragi. Untuk memfermentasi 1000 gr biji kopi robusta tanpa kulit terluar, hanya dibutuhkan 3 gr ragi. Ia mencampurkan kopi dengan ragi hingga merata dan memasukkan kopi kedalam wadah plastik yang bagian atasnya ditutup oleh karung goni, kemudian diletakkan ditempat terbuka dengan suhu ruang. Kopi dibiarkan tanpa proses pengadukan atau perlakuan lain selama 18 jam. Setelah itu biji kopi di proses seperti kopi biasanya. 
Buah Kopi Robusta
  Uji organoleptik cita rasa kopi menggunakan standar Specialty Coffee Association of America (SCAA), kopi luwak hasil biakan bekteri itu dibandingkan dengan kopi luwak murni, kopi terfermentasi ragi roti, kopi terfermentasi secara alami, dan kopi murni biasa. Hasil pengujian membuktikan, kopi luwak murni mendapat poin 84,50, kopi ragi hasil isolat bakteri 80,50,  kopi terfermentasi alami 76,25, kopi terfermentasi ragi roti 75,75, dan kopi nonfermentasi 54,75. Artinya kopi hasil fermentasi bakteri asam laktat menyerupai kopi luwak sesungguhnya.
         Ir Beni Hidayat MSi dari Politeknik Negeri Lampung juga menghasilkan kopi luwak tanpa melalui mulut luwak. Menurut Beni, proses dominan dalam perut luwak adalah pemecah protein biji kopi. Oleh karenanya Beni memilih papain, yang mampu bertindak sebagai protease alias pengurai protein. Hasil riset PS Jothish dari Tropical Botanic and Research Institute, Kerala, India, membuktikan pepaya merupakan buah yang paling banyak dimakan luwak, mencapai 25,53%. Buah lain adalah nangka, pisang, dan cabai merah. Buah menjadi "menu utama", mencapai 82%. Artinya, secara alami sistem pencernaan luwak memang didominasi bahan pencerna protein.
Papain diperoleh dari buah pepaya muda, daun dan biji
        Dalam riset itu Beni menggunakan kopi robusta matang pohon. Ia membuat larutan papain dengan mencamurkan 0,2-0,5% serbuk papain dari total volume air. Untuk memfermentasikan 1 kg kopi berkulit dibutuhkan 3-5 liter air tergantung bentuk wadah. Jika menggunakan 3 liter air, maka menghabiskan 6-15 gr serbuk papain. Setelah serbuk papain benar-benar larut dalam air, Beni baru memasukkan kopi dan mendiaman selma 48 jam. Selama proses perendaman, wadah tidak harus tertutup rapat, yang penting jangan kemasukan air. Setelah perendaman, kopi lalu di proses seperti kopi umumya. Di kuliti, di jemur, di sangrai lalu digiling dan di saring.
           Menurut peneliti kopi dari Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, Jember, Jawa Timur, Ir Yusianto, "Jika nilai skala di bawah 80, kopi itu mendapat kriteria not specialty, tapi jika di atas 80, menjadi Specialty coffee,". Yusianto mengatakan, kopi hasil fermentasi bakteri yang diambil dari kotoran luwak belum bisa dikatakan kopi luwak. "Kopi luwak itu kopi yang dimakan luwak, difermentasikan di dalam perut luwak, setelah itu dikeluarkan lagi dalam bentuk kopi yang sudah terfermentasi. Nah, itu yang disebut kopi luwak,". Oleh karena itu, Yuli Witono dan rekan memberi nama kopi tersebut bukan kopi luwak, melainkan new specialty coffe


Halal Atau Haram ?

         Apa hukum minum kopi luwak ? Menurut fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) No. 07/MUI/07/2010 kopi luwak -biji kopi yang dimakan luwak dan keluar utuh- dinyatakan halal. Syaratnya biji kopi masih utuh terbungkus kulit tanduk dan dapat tumbuh jika di tanam kembali. Penjelasan dalam fatwa itu, kopi luwak merupakan mutanajjis atau benda yang terkena najis bukan najis itu sendiri. Untuk menjadikan halal konsumsi, mutanajjis itu hanya perlu disucikan dengan mencucinya terlebih dahulu. Semua kembali kepada penilaian kita masing-masing.

Referensi :
Trubus, No. 518 Edisi Januari 2013/XLIV

 

Comments

Popular Posts